‘’ bagi penuduh wajib
membawa bukti. Sedangkan yang mengingkari cukup bersumpah.”(kaidah fiqih)
Badan nasional penanggulangan
terorisme (BNPT) negara republik indonesia munkin tak memahami dampak dri tindakan mereka
yang terburu-buru memngumumkan nama-nama pesantren yang mereka anggap “radikal”
dan berbahya. Hanya berbekal data yang mereka akui masih perlu pembuktian, BNPT sudah mengumumkan nama-nama pesantren
tersebut.
Memang, BNPT
sempat menyampaikan alas an mengapa telunjuk mereka telah mengarah kepada
pesantren – pesantren terssebut. Menurut kepala BNPT, Saud Usman Naution, para
tervonis teroris pernah nyantri di pesantren-pesantren tersebut,bahkan ada juga
yang menjadi pengjar disana.
Alas an ini
tentu lemah bila dijadikan rujukan untuk menstempel sebuah pesantren dianggap berbahaya. Alumni
pesantren-pesantren terssebut ada ribuan, bahkan mungkin ratusan ribuan. Jumlah
alumni yang bertindak ekstrim dan berbahaya jikalau memang ada tentu sangat sedikit. Kebanyakan justra tak
berbahaya sama sekali, bahkan mereka banyak memberi manfaat kepada bangsa ini.
Lagi pula,
jika benar ada alumni pesantren tersebut yang bertindak ekstrim, perlu
pembuktian apakah ajaran yang berindak ekstrim terssebut mereka dapatkan saat
di pesantren? Jangan-jangan ajaran ekstrim tersebut mereka dapatkan di luar
pesantren, utamanya para alumni pesanren tersebut. Mereka keberatandengan
stigma negative yang dialamatkan kepada almamater mereka, juga kepada pesantren
secara keseluruhan.
Sejumlah
tokoh juga berpendapat sama. Gus sholeh, sebuah sebutan untuk Sholehuddun
wahid, adik mantan presiden Abdurrahman wahid, misalnya.
Ia menyatakan tindakan BNPT
yang terburu-terburu ini berpotensi menciptakan persepsi masyarakat yang
keliru kepad pesantren.
Mahfud MD,
mantan ketua Mahkamah konstitusi, juga berpendapat serupa. Menurutnya BNPT
telah melakukan langkah berbahaya dengan setengah hati menumumkan 19 pesantren
yang dicurigai mengajarkan tindak erorisme. Seharusnya BNPT melakukan
penyelidikan secara tuntas terlebih dahulu. Jika sudah yakin, silahkan
dibeberkan secara terbuka kepada masyarakat.
Kita belum
lupa, hamper setahun yang lalu, BNPT juga telah melakukan langkah gegabah
dengan meminta kemkominfo memblokir sejumlah situs islam tanpa diklarifiakasi
terlebih dahulu. Mereka menuduh situs-situs internet tersebut berbahaya
meskipun tak bisa menunjukan fakta –faktanya. Tuduhan ini terbukti keliru.
Blokir dicabut, namun stigma tak mereka rehabiltasi.
Barangkali
BNPT tak menyadari bahwa peberiaan stigma negatif yang terburu-buru ini
merupakan tindakan rasa saling curiga di tengah masyarakat Indonesia. Tindakan
ekstrim dipertontonkan sendiri oleh BNPT. Mereka memerangi tindakan radikal
justru dengan keradikalan itu sendiri. Sangat tidak pantas sekali.wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment